PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Fenomena yang terjadi di
kebanyakan negara berkembang seperti Indonesia, nikah atau perkawinan tidak
hanya dilakukan oleh orang-orang yang sudah cukup umur (dewasa) saja. Dalam UU
Perkawinan menyebutkan bahwa batas minimal perkawinan seseorang adalah berusia
19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan), namun juga terjadi
dikalangan anak dibawah umur, khususnya anak perempuan. Banyak kasus-kasus
pernikahan anak perempuan di bawah umur yang terjadi di Indonesia terutama di
pedesaan, salah satu contohnya saja seperti pernikahan dini yang terjadi
Ulfa yang waktu itu masih berumur 12 tahun dengan Pujiono yang berusia 46
tahun.
Disisi lain, terjadinya pernikahan
anak di bawah umur seringkali terjadi atas dasar beberapa factor, salah satunya
seperti factor ekonomi yg mendesak (kemiskinan). Banyak orang tua dari keluarga
miskin beranggapan bahwa dengan menikahkan anaknya, meskipun anak yang masih di
bawah umur akan mengurangi angka beban ekonomi keluarganya dan
dimungkinkan dapat membantu beban ekonomi keluarga tanpa berpikir panjang akan
dampak positif ataupun negatif terjadinya pernikahan anaknya yang masih dibawah
umur.
Namun seiring perkembangan zaman,
image masyarakat justru sebaliknya. Arus globalisasi yang terus selalu
berkembang, mengubah cara pandang masyarakat pada umumnya. Bahkan bagi
perempuan yang menikah di usia belia dianggap sebagai hal yang tabu.
Lebih jauh lagi, hal itu dianggap menghancurkan masa depan wanita, menghambat
kreativitasnya serta mencegah wanita untuk mendapatkan pengetahuan dan wawasan
yang lebih luas.
1.2 Perumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan pernikahan dibawah umur?
2. Apa
factor-faktor penyebab terjadinya pernikahan dibawah umur ?
3.
Dampak apa saja yang ditimbulkan dengan
adanya peristiwa pernikahan dibawah
umur?
4.
Upaya apa yang dilakukan dalam mengatasi
permasalahan pernikahan dibawah umur tersebut?
1.3 Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui maksud pernikahan
dibawah umur.
2. Untuk
mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya pernikahan dibawah umur.
3. Untuk
mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pernikahan dbawah umur tersebut.
4.
Untuk mengetahui upaya-upaya dalam
mengatasi kasus tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi
Pernikahan dibawah umur
2.1.1 Pernikahan secara umum
Pernikahan yaitu merupakan
instituisi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam
satu ikatan keluarga.
Menurut Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono pernikahan
adalah sebuah nama yang lahir dari
komitmen moral dan keilmuan yang sangat kuat, sebagai sebuah solusi alternative.
2.1.2 Pernikahan Dibawah umur menurut Negara
Undang-undang negara kita telah
mengatur batas usia perkawinan. Dalam Undang-undang Perkawinan Bab II pasal 7
ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria
mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur
16 (enam belas) tahun.
Kebijakan pemerintah dalam
menetapkan batas minimal usia pernikahan ini tentunya melalui proses dan
berbagai pertimbangan. Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak benar-benar
siap dan matang dari sisi fisik, psikis dan mental.
2.1.3 Pernikahan dbawah umur menurut Agama Islam
Sedangkan Al-Qur'an mengistilahkan
ikatan pernikahan dengan "mistaqan ghalizhan", artinya perjanjian
kokoh atau agung yang diikat dengan sumpah. Al Qur'an menggunakan istilah mistaqan
ghalizhan minimal dalam tiga konteks. Salah satunya konteks ikatan pernikahan
seperti disebutkan dalam Q.S. An-Nisa 4:21.
Hukum Islam secara umum meliputi
lima prinsip yaitu perlindungan terhadap agama,
jiwa, keturunan, harta, dan akal.
Dari kelima nilai universal Islam ini, satu diantaranya adalah agama menjaga
jalur keturunan (hifdzu al nasl). Oleh sebab itu, Syekh Ibrahim dalam bukunya
al Bajuri menuturkan bahwa agar jalur nasab tetap terjaga, hubungan seks
yang mendapatkan legalitas agama harus melalui pernikahan. Seandainya agama
tidak mensyari’atkan pernikahan, niscaya geneologi (jalur keturunan) akan
semakin kabur.
2.2 Faktor yang menyebabkan terjadinya
pernikahan dbawah umur
Faktor- faktor yang mempengaruhi
terjadinya pernikahan dalam usia muda:
a. Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota
keluarga
b. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk pernikahan
terlalu muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya.
c. Sifat kolot yang tidak mau menyimpang dari ketentuan
adat. Kebanyakan orang desa mengatakan bahwa mereka itu menikahkan anaknya
begitu muda hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja.
d. Masalah ekonomi keluarga.
e.
Bahwa
dengan adanya pernikahan anak-anak tersebut, maka dalam keluarga gadis akan
berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi tanggung jawab (makanan, pakaian,
pendidikan, dan sebagainya).
Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya pernikahan usia muda yang
sering dijumpai di lingkungan masyarakat kita yaitu :
1.
Ekonomi
Pernikahan
usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis kemiskinan, untuk
meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya dinikakan dengan orang yang
dianggap mampu.
2.
Pendidikan
Rendahnya
tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat,
menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur.
3.
Faktor
orang tua
Orang
tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang
sangat lengket sehingga segera mengawinkan anaknya.
4.
Faktor
adat
Perkawinan
usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya dikatakan perawan tua
sehingga segera dikawinkan.
Maraknya tradisi pernikahan dini
ini terkait dengan masih adanya kepercayaan kuat tentang mitos anak perempuan.
Seperti diungkapkan Suwandi, pegawai pencatat nikah di Tegaldowo, Rembang Jawa
Tengah, ”Adat orang sini kalau punya anak perempuan sudah ada yang ngelamar harus
diterima, kalau tidak diterima bisa sampai lama tidak laku-laku”.
2.3 Dampak
pernikahan dini (perkawinan di bawah umur)
Berbagai dampak pernikahan dini
atau perkawinan dibawah umur dapat dikemukakan sebagai berikut.:
1.
Dampak terhadap hukum
Adanya
pelanggaran terhadap 3 Undang-undang di negara kita yaitu:
a.
UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Pasal
7 (1) : Perkawinan
hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita
sudah mencapai umur 16 tahun.
Pasal
6 (2) : Untuk melangsungkan
perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua
orang tua.
b.
UU No. 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
Pasal
26 (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
·
mengasuh, memelihara, mendidik dan
melindungi anak.
·
menumbuh kembangkan anak sesuai dengan
kemampuan, bakat dan minatnya
·
mencegah terjadinya perkawinan pada usia
anak-anak.
2.
Dampak Biologis
Anak secara biologis alat-alat
reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk
melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil
kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang
luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya sampai membahayakan
jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas dasar
kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri dan suami atau adanya kekerasan
seksual dan pemaksaan terhadap seorang anak..
3.
Dampak psikologis
Secara psikis anak juga belum siap
dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis
berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan
menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak
mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan
menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain
dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri
anak.
Menurut psikolog dibidang psikologi
anak Rudangta Ariani Sembiring Psi, mengatakan ”sebenarnya banyak efek negatif
dari pernikahan dini. Pada saat itu pengantinnya belum siap untuk menghadapi
tanggungjawab yang harus diemban seperti orang dewasa. Padahal kalau menikah
itu kedua belah pihak harus sudah cukup dewasa dan siap untuk menghadapi
permasalahan-permasalahan baik ekonami, pasangan, maupun anak. Sementara itu
mereka yang menikah dini umumnya belum cukup mampu menyelesaikan permasalahan
secara matang”.
Ditambahkan Rudangta, ”Sebenarnya
kalau kematangan psikologis tidak ditentukan batasan usia, karena ada juga yang
sudah berumur tapi masih seperti anak kecil. Atau ada juga yang masih muda tapi
pikirannya sudah dewasa”. Kondisi kematangan psikologis ibu menjadi hal utama
karena sangat berpengaruh terhadap pola asuh anak di kemudian hari. ” yang
namanya mendidik anak itu perlu pendewasaan diri untuk dapat memahami anak.
Karena kalau masih kanak-kanakan, maka mana bisa sang ibu mengayomi anaknya.
Yang ada hanya akan merasa terbebani karena satu sisi masih ingin menikmati
masa muda dan di sisi lain dia harus mengurusi keluarganya”.
4.
Dampak sosial
Fenomena sosial ini berkaitan
dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki yang bias gender, yang
menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks
laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun
termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan (Rahmatan lil Alamin).
Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender yang akan
melahirkan kekerasan terhadap perempuan.
2.4 Upaya menyikapi
terjadinya pernikahan dibawah umur
Pernikahan anak dibawah umur
merupakan suatu fenomena sosial yang kerap terjadi khususnya di Indonesia. Selain
itu, peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dengan sangat jelas
menentang keberadaan pernikahan anak dibawah umur. Jadi, tidak ada alasan lagi
untuk melegalkan tindakan yang berkaitan dengan pernikahan anak di bawah umur.
Pemerintah harus berkomitmen serius dalam menegakkan hukum yang berlaku terkait
pernikahan anak dibawah umur sehingga pihak-pihak yang ingin melakukan
pernikahan dengan anak dibawah umur berpikir dua kali terlebih dahulu sebelum
melakukannya.
2.5
Hukum pernikahan anak dibawah umur
berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku di Indonesia
a. UU No. 23 tahun 2002 Pasal 4
Setiap
anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembanng, dan berpartisipasi secara
wajar sesuai dengan arkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi.
b. Pasal 9 ayat 1
Setiap
anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
c. Pasal
11
Setiap
anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang untuk bergaul
dengan anak sebaya, bermain, berkreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat
kecerdasannya demi pengembangan diri.
d. Pasal
13 ayat 1
Setiap
anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang
bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :
1. Diskriminasi
2. Eksploitasi,
baik ekonomi maupun seksual
3. Penelantaran
4. Kekejaman,kekerasan, dan penganiayaan
5. Ketidakadilan
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa pernikahan dini atau perkawinan dibawah umur lebih bayak
mudharat dari pada manfaatnya. Oleh karena itu patut ditentang. Orang tua harus
disadarkan untuk tidak mengizinkan menikahkan/mengawinkan anaknya dalam usia
dini atau harus memahami peraturan perundang-undangan untuk melindungi anak.
Namun dilain pihak permasalahan
pernikahan dini tidak bisa diukur dari sisi agama terutama dari sisi agama
Islam. Karena menurut Agama Islam jika dengan menikah muda mampu
menyelamatkan diri dari kubangan dosa dan lumpur kemaksiatan maka menikah
adalah alternatif yang terbaik. Namun jika dengan menunda pernikahan sampai
usia matang mengandung nilai positif maka hal ini adalah lebih utama.
3.2 Saran
Dari kesimpulan di atas, penulis dapat
memberikan saran sebagai berikut :
a.
Perlunya penyuluhan
kepada remaja dan masyarakat tentang faktor-faktor yang menyebabkan adanya
pernikahan di usia dini pada remaja.
b.
Orang tua sebaiknya
memberikan wawasan kepada anak tentang hal-hal yang dapat merugikan diri anak.
c.
Orang tua seharusnya
lebih mengawasi pergaulan anak sehingga tidak terjadi sesuatu yang berakibat
fatal yang akhirnya muncul pernikahan dini.



0 komentar:
Posting Komentar